REBA budaya unik dari NTT
Provinsi kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) identik dengan tenun ikat. Namun belum banyak yang tahu kalau di provinsi yang berbatasan dengan negara Timor Leste ini masih menyisakan produk budaya mahaunik yaitu REBA. Budaya ini hanya dijalani oleh masyarakat etnis Bajawa yang mendiami bagian tengah Pulau Flores.
Ada yang menyebut Reba sebagai agama asli, ada yang bilang pesta syukur panen, dan tak sedikit pula yang mengidentikannya sebagai Pesta Tahun Baru serupa Imlek bagi masyarakat Tionghoa, karena dirayakan nyaris berdekatan dengan momentum tahun baru China.
Namun, apapun penafsiran yang telah diberikan, Reba lebih dari sekedar ritual atau pesta adat. Reba adalah momentum untuk mengaktualisasikan, mewariskan, sekaligus melestarikan nilai-nilai hidup yang mereka yakini.
Reba merupakan pesta adat terbesar baik dalam makna maupun dalam penampilan lahiriahnya. Simbol-simbol yang ditampilkan dalam Reba menunjukkan secara kasat mata bagaimana rancangbangun religiositas etnis Bajawa. Yaitu rancangbangun relasi manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya. Simbol utama dari ritus Reba ini adalah “Uwi” (ubi) yang diyakini sebagai roti kehidupan manusia pada masa “in Illo temporenya “ orang Bajawa.
Pada saat Reba, seluruh keluarga berkumpul di rumah adat mereka masing-masing untuk membahas masalah-masalah dalam suku (clan), mencarikan solusi, mendamaikan anggota suku yang tengah berselisih paham, menerima pinangan calon suami, mendengarkan wejangan dari para sesepuh, menyucikan” diri bagi seisi rumah, dan makan bersama.
Keesokan harinya seluruh warga kampung beserta sanak kerabat dari kampung tetangga dalam balutan pakaian adat berkumpul di tengah kampung melagukan tandak yang dikenal sebagai “O uwi”. Tandak ini dibawakan dalam tarian massal membentuk lingkaran, symbol persekutuan dan persaudaraan. Tarian dan tandak ini bisa berlangsung sepanjang hari, diselingi jedah beberapa kali untuk makan bersama.
Ritus yang dilakukan di tengah kampung ini, dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan pula oleh komunitas warga Bajawa/Ngada di tempat perantauan, seperti di Kupang (ibukota Prov. NTT) dan di Jakarta yang dipusatkan di Anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah.
Sumber:batasnegeri.com
Komentar
Posting Komentar